1.1. Latar Belakang
Manusia sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun memiliki panca indara (anggota tubuh), akal pikiran dan hati sanubari. Ketiga potensi ini harus bersih, sehat, berdaya guna dan dapat bekerja sama secara harmonis. Untuk menghasilkan kondisi seperti itu ada tiga ilmu yang berperan penting. Yang pertama, fiqih berperan dalam membersihkan dan menyehatkan penca indra dan anggoa tubuh. Istilah yang digunakan fiqih untuk untuk pembersihan dan penyehatan panca indra dan anggota tubuh ini disebut thoharoh (besuci). Karena fiqih banyak berurusan dengan dimensi lahiriyah manusia. Kedua filsafat berperan dalam menggerakan, menyehatkan dan meluruskan akal pikiran. Karenanya filsafat banyak berurusan denga metafisik manusia, dalam rangka menghasilkan konsep-konsep yang menjelaskan inti tentang sesuatu. Ketiga tasawuf berperan dalam membersihkan hati sanubari. Karenanya tasawuf banyak berhubungan dengan dimensi batin manusia.
1.2. Tujuan
Tasawuf sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini berurusan dengan penyucian al-fuad (hati sanubari) agar ia tetap jernih, dan dengan jernihnya hati sanubaru akan memancarkan akhlak yang mulia. Dan disinilah hubungan subtansial antara akhlak dan tasawuf.
1.3. Sistematika
Agar makalah ini mudah dipahami oleh pembaca, maka kami membuat sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dibuatnya makalah dan sistematika penulisan makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Pembahasan berisikan teori-teori yang digunkan dalam pembuatan makalah.
BAB III PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari pembahasan serta pengajuan usulan dan saran-saran seta kritik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa tasawuf berarti sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorbann untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhlauk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan hanya memusatkan perhatian kepada Alloh SWT.
Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat diartikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan, maka tasawuf dapat diartikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat megarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan diri dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Alloh SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah hakikat tasawuf.
2.1. Sumber Tawawuf
1. Unsur Islam
Secara umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur batiniah itulah kemudian lahirlah tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapar perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Al-Hadits serta prkatek kehidupan nabi dan para sahabatnya.
2. Unsur Luas Islam
Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis barat sering dijumpai uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agam masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha, dan unsur Persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara aqidah perlu kehatia-hatian. Para orientalis barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk kedalam tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang-orang Arab terpengaruhi oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhi kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu. Dengan demikian adanya unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah akademik bukan masalah aqidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang sangat kritis dan objekyif.
Unsur-unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Van Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah pakaian yang biasa digunakan oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang mengatakan bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani.
Unsur-unsur tasawuf yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir, dan Injil juga disampaikan kepada orang yang fakir. Isa berkata :” Beruntunglah kamu orang-orang miskin, karena bagi kamu lah kerajaan Alloh. Beruntung lah kamu orang-orang yang lapar karena kamu akan kenyang.” Selanjutnya sikap tawakal kepada Alloh dalam soal penghidupan terlihat pada, peranan syaikh yang menyerupai pendeta, bedanya pendeta dapat menghapus dosa, selibasi, yaitu menahan diri tidak kawin karena kawin di anggap dapat mengalihkan perhatian dari Kholiq, dan penyaksian, dimana sufi dapat menyaksikan hakikat Alloh dan mengadakan hubungan dangam Alloh.
b. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia dimana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpkir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan Tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.
Apabila diperhatikan memang cara kerja dari filsafat itu adalah segala sesuatu diukur menurut akal pikiran. Tetapi dengan munculnya aliran filsafat Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang diletakan Alloh pada hati setiap hamba setelah seseorang itu membersihakn diri dari pengaruh materi. Ungkapan Neo Platonis : “kenal lah dirimu dengan dirimu” diambil oleh para sufi dan diantara sufi berkata : “siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya”.
c. Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah antara tasawuf dan Hindu. Kenudian pula paham reinkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan mengingat Alloh.
Salah satu maqomat Sufiah al-fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Gold Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Shidarta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi.
Menurut Qomar Kailani pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena kalau diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari Hindu/Budha berarti pada zaman Nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu/Budha itu ke Mekkah. Padahal sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.
d. Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan sejak lama yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyrakatan dan sastra. Akan tetpai belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahlitasawuf di dunia ini. Namun barang kali ada persamaan antara istilah zuhd di Arab dengan istilah zuhd menurut agama Manu dan Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham Harmuz (Tuhan Kebaikan) dalam agama Zarathustra.
Dari semua uraian ini dapatlah disimpulkan bahwa sebenarnya tasawuf itu besumber dari ajaran Islam itu sendiri mengingat yang dipraktekan Nabi dan para sahabat. Hal ini dapat dilihat dari azas-azasnya, semua berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu berkembang menjadi pemikiran dia mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Hindu, Persia dan lain sebagainya, dan hal ini tidak hanya terjadi dalam bidang tasawuf saja melainkan dalam bidang lainnya.
Sumber-sumber yang menggambarkan bahwa tasawuf Islam seolah-olah bukan berasal dari ajaran Islam, biasnya berasal dari Barat. Di dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat kita menjumpai uraian seperti itu. Hal ini di sebabkan karena mereka mengidentikan ajaran Islam sebagaimana ajaran non Islam, yitu ajaran yang dibangun berdasarkan hasil pemikiran logika yang dipengaruhi oleh situasi sosial
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setelah kita mengetahui pangertian dan asal usul tasawuf, kita dapat menyimpulkan bahwa atas wuf itu adalah sikap diri dalam memelihara kesucian untuk mendapat rido Alloh SWT. dan tasawuf ini ternyata bersumber dari Islam, bukan dari yang lain, meskipun ada pengaruh dari luar Islam, tapi hal itu tidak mendominasi.
3.2. Saran
Semoga setelah membaca makalah ini kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Alloh SWT, salah satunya dengan memperdalam ilmu tasawuf yang bertujuan untuk mensucikan diri. Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi kami sebagai penulis, umumnya bagi semua pembaca. Amin
PUSTAKA
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf. Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar